kubet indonesia – Cinta Saja Tak Cukup: Rahasia Pernikahan Tangguh Orangtua ABK

Lihat Foto Salah satu badai yang paling mengguncang, tapi jarang dibicarakan secara mendalam, adalah saat pasangan menjadi orangtua dari anak berkebutuhan khusus (ABK). Diagnosis anak sering kali datang tiba-tiba, seperti petir di siang bolong, mengguncang harapan, dan mengubah arah hidup pasangan secara drastis. Aktivitas sehari-hari bergeser dari rutinitas keluarga biasa menjadi serangkaian terapi, jadwal medis,…

Ilustrasi Keluarga.

Lihat Foto

Salah satu badai yang paling mengguncang, tapi jarang dibicarakan secara mendalam, adalah saat pasangan menjadi orangtua dari anak berkebutuhan khusus (ABK).

Diagnosis anak sering kali datang tiba-tiba, seperti petir di siang bolong, mengguncang harapan, dan mengubah arah hidup pasangan secara drastis.

Aktivitas sehari-hari bergeser dari rutinitas keluarga biasa menjadi serangkaian terapi, jadwal medis, dan perjuangan melawan stigma sosial.

Tak jarang, salah satu pasangan harus merelakan karier, terputus dari relasi sosial, atau menghadapi tekanan psikologis tidak ringan.

Di tengah beban fisik dan emosional itu, pasangan dituntut bukan hanya kuat sebagai individu, tetapi juga solid sebagai satu tim.

Namun, realitanya, banyak yang merasa tersesat, lelah, bahkan mulai saling menyalahkan. Ada luka yang tumbuh diam-diam tidak terlihat oleh dunia, tapi terasa mengikis dari dalam.

Ketegangan yang tak tertangani bisa menggerus kepuasan dalam pernikahan, pelan tapi pasti. Dalam situasi seperti ini, dukungan pasangan menjadi fondasi penting untuk menjaga ketahanan relasi.

Dukungan yang menyembuhkan luka tak terlihat

Dukungan pasangan bukan sekadar berbagi tugas, tetapi berbagi beban emosional, menjadi tempat berlabuh, dan memberi ruang untuk bernafas tanpa dihakimi.

Penelitian menunjukkan bahwa pasangan yang saling memberi dukungan emosional dan validasi cenderung memiliki tingkat kepuasan pernikahan yang lebih tinggi terutama ketika mereka menghadapi krisis bersama, seperti membesarkan ABK.

Menurut Dorio (2009), terdapat empat bentuk utama dukungan pasangan:

  1. Dukungan emosional: kehadiran empatik, pelukan hangat, atau sekadar mendengarkan tanpa menghakimi.
  2. Dukungan instrumental: bantuan nyata seperti menggantikan tugas rumah, mengantar anak terapi, atau berbagi tanggung jawab pengasuhan.
  3. Dukungan informasional: memberi saran relevan atau membantu dalam proses pengambilan keputusan.
  4. Dukungan apresiatif: memberi validasi atas usaha pasangan, memperkuat rasa percaya diri dan keberhargaan diri.

Ketika keempat bentuk dukungan ini hadir secara konsisten, pasangan tidak hanya merasa didampingi, tetapi juga dihargai dan dimengerti dua kebutuhan emosional yang esensial dalam hubungan jangka panjang.

Tanpa dukungan ini, kelelahan bisa berubah jadi keterasingan; dan keterasingan bisa menjadi awal dari perpisahan yang sunyi.

Sayangnya, meski niat untuk mendukung ada, cara menyampaikannya sering kali tidak tepat sasaran. Banyak konflik rumah tangga bermula bukan dari perbedaan prinsip, tetapi dari komunikasi yang tersumbat.