kubet indonesia – Perempuan Bisa Mandiri dan Berdaya Tanpa Meninggalkan Perannya dalam Keluarga

Lihat Foto Sebab, masih ada laki-laki yang menginginkan istri yang tidak bekerja, dan hanya fokus mengurus anak, rumah, dan dapur. Sekadar melakukan hobi pun tidak diizinkan. Namun, bukan berarti tidak ada solusi untuk mengatasi kekhawatiran itu. Ada cara agar perempuan bisa berdaya dan mandiri, tanpa meninggalkan perannya sebagai sebagai seorang istri. “Kita negosiasi,” kata Duta…

(kanan) Duta Besar Indonesia untuk Argentina, Paraguay, dan Uruguay periode 2010-2014, Kartini Sjahrir, dalam dialog inspirasional terkait Hari Kebangkitan Nasional bertajuk ?Perempuan Berdaya Bangkit untuk Bangsa? di Bentara Budaya Art Gallery, Lantai 8 Menara Kompas, Jakarta, Selasa (20/5/2025).

Lihat Foto

Sebab, masih ada laki-laki yang menginginkan istri yang tidak bekerja, dan hanya fokus mengurus anak, rumah, dan dapur. Sekadar melakukan hobi pun tidak diizinkan.

Namun, bukan berarti tidak ada solusi untuk mengatasi kekhawatiran itu. Ada cara agar perempuan bisa berdaya dan mandiri, tanpa meninggalkan perannya sebagai sebagai seorang istri.

“Kita negosiasi,” kata Duta Besar Indonesia untuk Argentina, Paraguay, dan Uruguay periode 2010-2014, Kartini Sjahrir, dalam dialog inspirasional terkait Hari Kebangkitan Nasional bertajuk “Perempuan Berdaya Bangkit untuk Bangsa” di Bentara Budaya Art Gallery, Lantai 8 Menara Kompas, Jakarta, Selasa (20/5/2025).

Setiap orang bakal melalui fase terlalu cinta alias “bucin” (budak cinta) ketika masih berpacaran. Bahkan, beberapa masih mengalaminya saat hubungan sudah hendak menuju ke jenjang yang lebih serius.

Dalam fase ini, pembicaraan tentang kehidupan setelah pernikahan sudah perlu dilakukan. Pendapat soal kehidupan nanti bisa memengaruhi keputusan terkait masa depan hubungan itu.

Untuk perempuan, apabila tetap ingin tetap berdaya dan mandiri, misalnya dengan tetap bekerja meski sudah menikah, ini perlu dibicarakan dengan calon suami.

“(Membicarakan) kebebasan untuk aktualisasi dalam pekerjaan, pendidikan, dan pergaulan. Karena, pernikahan saya bilang negosiasi. Negosiasi dari dua orang,” terang Kartini.

Menurut Kartini, setiap hari setiap pasangan suami istri (pasutri) pasti saling bernegosiasi dalam menjalani rumah tangga.

Hal sesimpel siapa yang mencuci tumpukan piring di wastafel pada hari itu juga bisa dinegosiasi, termasuk jenis makanan untuk disantap saat makan malam.

“Apalagi kalau menikahnya sudah lama, diperlukan toleransi yang tinggi. Karena, toleransi itu semakin lama dalam pernikahan, semakin rendah (karena) dia lagi, dia lagi,” ujar Kartini.

Toleransi berkembang seiring seringnya negosiasi dilakukan oleh pasutri. Namun, toleransi antara pasangan bisa semakin menurun seiring berjalannya waktu, terutama jika negosiasi mulai jarang dilakukan.

“Dia (pasangan) berkembang bisa ke arah yang berbeda. Dan enggak bisa saling menyalahkan di sini. Hal ini terjadi. Makanya, toleransi harus bisa ada di dalam hubungan,” jelas Kartini.