
berjuang dari nol bersama pasangan, saat impian masih samar dan masa depan belum terlihat. Namun, saat keberhasilan datang, mereka justru harus menerima kenyataan pahit bahwa impian untuk bersama hanyalah angan.
Fenomena ini dikenal sebagai from zero to hero syndrome, ketika seseorang meninggalkan pasangannya setelah meraih keberhasilan, meski sang pasangan telah menemani dalam proses panjang perjuangan tersebut.
Dalam fenomena ini, peran dan dukungan perempuan dianggap sebagai hal yang wajar, bahkan kerap kali dikesampingkan.
Cerita yang mengalami from zero to hero syndrome
Kepikiran perjuangan pasangan
Bagi Anira (23), kisah itu menjadi nyata setelah ia menjalin hubungan selama empat tahun. Ia mendampingi kekasihnya yang saat itu sedang berjuang masuk ke salah satu institusi pemerintahan.
Selama proses tersebut, perempuan asal Jakarta ini tidak hanya memberikan dukungan moral, tetapi juga turut membantu secara praktis.
“Keluhan dia dari mengurus administrasi sampai pendidikan, semua aku dengar. Aku bantuin dari segi psikisnya, bahkan beberapa dokumennya aku bantu urus,” ujarnya saat diwawancarai Kompas.com, Senin (30/6/2025).
Meski merasa ikhlas, Anira mengakui proses itu membebani pikirannya. Ia kerap khawatir jika sang kekasih gagal dan memendam semua kekhawatiran itu sendirian.
“Aku turut kepikiran atas perjuangan dan struggle dia. Kasihan aja kalau sampai gagal. Aku juga enggak mau itu terjadi,” katanya.
Gelisah ketika pasangan gagal

Hal serupa juga dialami Diandra (25), perempuan asal Sidoarjo. Ia mendampingi pasangannya sejak masa kuliah, termasuk saat kekasihnya menjalani pengobatan alternatif demi bisa lolos seleksi instansi yang diimpikan.
Ia menjelaskan, perasaan gelisah dan khawatir kerap ia rasakan. Terlebih, pasangannya kala itu sempat mencoba daftar ke instansi tersebut dan hasilnya nihil.
“Dia sempat mengeluh karena ditolak. Hal ini bikin aku kepikiran juga tentang masa depannya. Apalagi itu tahun terakhir dia bisa daftar karena usianya sudah maksimal,” ucapnya.
Merasa kurang effort karena LDR
Sementara itu, Katrin (26) dari Jakarta menghadapi tantangan tersendiri karena menjalani hubungan jarak jauh.
Saat sang kekasih memutuskan untuk berhenti kuliah dan fokus mengejar peluang lain, Katrin tetap memberikan dukungan dari jauh. Namun, keterbatasan jarak justru membuat beban emosionalnya semakin besar.
Kesibukan masing-masing dan komunikasi yang tidak seintens sebelumnya membuat ia berupaya untuk melakukan apa pun yang bisa ia lakukan demi membantu pasangannya.
“Aku kasih reminder dan support karena memang tahapannya enggak mudah. Tapi karena kami LDR, aku jadi sering merasa kurang effort dan akhirnya bantu tugas-tugasnya, padahal aku juga punya tugas kuliah sendiri,” kata Katrin.
View this post on Instagram