
Tak jarang, pasangan menjanjikan untuk terus bersama atau bahkan melangkah ke jenjang yang lebih serius ketika mereka sukses.
Tapi bagi sebagian perempuan, janji tersebut justru berakhir dengan luka.
Ketika pasangannya sudah “naik level” secara ekonomi atau sosial, mereka malah dilupakan dan ditinggalkan.
Fenomena ini dikenal sebagai From Zero to Hero Syndrome.
Apa Itu From Zero to Hero Syndrome?
From Zero to Hero Syndrome menggambarkan pola relasi ketika seorang laki-laki meminta pasangannya untuk setia dan mendampinginya sejak ia belum memiliki apa-apa, baik secara materi maupun karier.
Dalam banyak kasus, pasangan perempuan yang dengan tulus menemani dan berkontribusi dalam proses perjuangan itu justru ditinggal setelah pasangannya mencapai kesuksesan.
“Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pandangan ini sepenuhnya. Selama pasangannya juga bersedia menemani laki-lakinya dan tahu hubungannya mau dibawa seperti apa,” jelas Psikolog Klinis Melisa, M.Psi., Psikolog, pada Kompas.com, Sabtu (28/6/2025).
Secara emosional, perempuan sering terlibat sebagai tempat curhat, penyemangat, bahkan penopang keuangan.
Namun semua kontribusi ini tak selalu diakui sebagai bagian dari keberhasilan pasangannya.
Fenomena ini mencerminkan relasi yang timpang, di mana cinta berubah menjadi kerja emosional yang tidak dibayar, tanpa jaminan kejelasan masa depan.
Jika hubungan itu berakhir setelah sang pria “naik level”, maka pengorbanan yang telah diberikan terasa sia-sia.
Mengapa From Zero to Hero Syndrome Bisa Terjadi?
Berikut beberapa penyebab yang kerap menjadi pemicu terjadinya fenomena ini, menurut para psikolog.
1. Tekanan budaya patriarki
Menurut Psikolog Klinis Adelia Octavia Siswoyo dan Melisa, M.Psi., Psikolog, sindrom ini lebih banyak dialami perempuan karena pengaruh budaya patriarki.
Dalam sistem ini, laki-laki dianggap harus selalu berada “di atas” pasangan mereka, baik dari sisi finansial, status, maupun pencapaian.